
Kisah Pertemuan Kami dengan ‘Compost Tea’
Perjalanan kami di teman berkebun seperti halnya hubungan antar manusia yang kadang ada pasang dan surut. Di awal kami berdiri 2017, kami memulai mengenalkan diri kami melalui kelas – kelas yang kami adakan secara mandiri ataupun dari kelas-kelas yang kami adakan bersama para stakeholders.
Pada pertengahan 2018 kami mulai mengenalkan beberapa tools edukasi. Layanan pembuatan kebun #BuatRawat hingga sarana produksi tani untuk berkebun di rumah (skala rumahan). Kami terus mencoba untuk berinovasi sehingga aktifitas berkebun anda di rumah terasa mudah. Bagi yang sudah mengenal produk kami, pasti anda akrab dengan Seedling Kit, POC (Pupuk Organik Cair), PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), Pestisida Nabati, dan Booster.
Pertanian organik di perkotaan selalu dihadapkan banyak tantangan salah satunya adalah tanah yang tercemar atau masuk ke kategori tidak sehat. Hal ini dikarenakan akibat aktifitas rumah tangga hingga industri yang tidak memikirkan dampak lingkungan sehingga tanah yang seharusnya subur harus tercemar oleh limbah sehingga sulit untuk ditanami kini. Salah satu solusi yang kami tawarkan adalah penyediaan rangkaian sarana produksi tani atas sehingga dapat menyehatkan tanah sehingga hasil panen bisa lebih maksimal.
Cerita pertemuan kami dengan Compost Tea, berawal ketika kami mendapatkan anggota keluarga baru yang kini menjadi salah satu tim ‘farm assistant’ kami Mba Deborah, pada akhir tahun 2019. Dia sempat belajar bersama Yayasan Bringin, di tahun yang sama, dimana memiliki spesialisasi kebun permakultur yang berbasis di Yogyakarta. Di kebun ini lah Mba Deborah berkenalan dengan Compost tea.

Awal tahun 2020 menjadi tahun tersibuk bagi kami. Di tengah mulai banyaknya teman-teman yang mulai mengenal Teman Berkebun, kami juga tidak lepas komitmen dengan beberapa kegiatan komunitas seperti pasar sehat semarang setiap minggunya dan mengunjungi beberapa mitra utama kami di waktu yang bersamaan. Hingga pandemi Covid-19 seperti ‘menampar’ kami di awal bulan Maret dimana kita harus membatalkan banyak rencana yang berpotensi mengumpulkan orang banyak di satu tempat.
Beruntunglah Ramadhan segera datang tidak lama setelah itu. Sehingga kami memiliki waktu lebih untuk sekedar merenung dan merencanakan kembali. Sehingga kami bisa menyesuaikan diri dengan keadaan yang penuh dengan ketidakpastian ini. Tepat dua minggu setelah Idul fitri akhirnya kami memutuskan untuk membuka beberapa lahan produksi sekaligus edukasi yang kami investasikan bagi sobat-sobat berkebun yang tidak pernah surut belajar selama ini.
Lahan di Kampung Siroto, Malon, Gunungpati yang kini kami namai dengan nama Berkah Bhumi adalah lahan pertama yang kami olah dengan metode permakultur. Konsep Compost tea yang sempat dipelajari oleh mba Deborah di Yayasan Bringin, langsung kita terapkan dengan resep yang kami kembangkan bersama dari berbagai macam sumber. Kami padu padankan dengan PGPR, dan POC yang sudah kami miliki. Panen pertama hingga kelima lahan tomat kami menjadi salah satu saksi hidup keberhasilan ini yang coba kami abadikan melalui catatan ini.
Compost tea pada dasarnya bukan barang baru di dunia kebun permakulture atau pertanian organik. Teknik mencairkan kompos di lahan pertanian organik sudah banyak diterapkan bahkan sudah banyak para petani di luar negeri yang ikut mengabadikan penggunaan compost tea mereka di lahan mereka melalui kanal Youtube. Namun yang membedakan dengan milik kami adalah, proses aerasi selama 24 jam yang ternyata membuat keperhasilan pupuk organik di lahan bisa meningkat beberapa kali lipat.
Tentunya akan sangat jahat kalau kita tidak berbagi kenikmatan berkebun bersama compost tea bersama para sobat berkebun, Bukan? Ini Sekaligus sebagai penyemangat untuk terus berkebun di rumah dengan hasil panen yang jauh lebih baik. Pada bulan ini, Oktober 2020, kami meluncurkan Compost Tea Mist sebagai salah satu rangkaian tools perawatan kebun organik di rumah. Kedepannya akan ada produk sarana produksi lainnya yang bisa anda aplikasikan di kebun anda.